Show simple item record

dc.contributor.advisorMurtilaksono, Kukuh
dc.contributor.advisorSabiham, Supiandi
dc.contributor.advisorSutandi, Atang
dc.contributor.authorWinarna
dc.date.accessioned2015-12-10T06:41:40Z
dc.date.available2015-12-10T06:41:40Z
dc.date.issued2015
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/77001
dc.description.abstractPengembangan kelapa sawit pada lahan gambut mensyaratkan drainase tanah untuk dengan membuat saluran-saluran guna menurunkan muka air tanah dan menciptakan ruang perakaran yang sesuai untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. Drainase yang berlebihan menyebabkan terjadinya kekeringan tanah gambut dan menyebabkan terjadinya hidrofobisitas, sehingga gambut mengalami penurunan dalam kemampuan memegang air, infiltrasi tanah, erosi permukaan, dan membatasi pertumbuhan tanaman yang diusahakan di atasnya. Penelitian ini disusun dalam suatu rangkaian percobaan dengan tujuan untuk: 1) mengkaji hidrofobisitas tanah gambut dari lingkungan perkebunan kelapa sawit, 2) mengkaji pengaruh kedalaman muka air tanah dan dosis amelioran terhadap hidrofobisitas tanah gambut dan perubahan sifat fisik lainnya, 3) mengkaji pengaruh kedalaman muka air tanah dan dosis terak baja terhadap emisi karbon dari tanah gambut, dan 4) mengkaji pengaruh kedalaman muka air tanah dan dosis terak baja terhadap pertumbuhan dan produksi kelapa sawit. Penelitian tahap pertama menggunakan tanah gambut saprik dan hemik dari kebun Panai Jaya (PAJ) yang berumur 6 tahun dan tanah gambut dari kebun Meranti Paham (MEP) yang berumur > 20 tahun. Sampel tanah gambut terlebih dahulu dipanaskan pada suhu 50o C dengan berbagai interval waktu pemanasan, kemudian diamati hidrofobisitasnya dengan metode Water Drop Penetration Time (WDPT). Analsis sifat-sifat tanah meliputi kadar air tanah, kemasaman total, kadar COOH, dan fenolat-OH. Penentuan kadar air kritis (KAK) menggunakan model hubungan eksponensial antara hidrofobisitas dan kadar air tanah (KAT) pada peluang kejadian 60-80%. Fourier Transform Infra Red (FTIR) digunakan untuk evaluasi hidrofobisitas dengan mengetahui keberadaan gugus-gugus fungsional dalam tanah gambut. Penelitian tahap kedua di laboratorium dengan aplikasi dosis terak baja (0; 7.17; 14.81; dan 22.44 g pot-1) pada dua jenis tanah gambut (saprik dan hemik) dan dua kelembaban tanah yaitu kapasitas lapangan dan kering (hidrofobik). Setelah diinkubasi selama 60 hari, sampel diamati sifat-sifatnya dan wettability dengan metode WDPT dan FTIR. Penelitian di lapangan dilakukan di blok tanaman kelapa sawit umur 6 tahun di kebun PAJ dengan perlakuan terdiri dari tiga kedalaman muka air tanah (MAT) dan empat dosis terak baja (0; 3.15; 6.51; 9.86 kg pohon-1). Kedalaman muka air tanah (MAT) terdiri dari MAT-1 (30-50 cm), MAT-2 (45-70 cm), dan MAT-3 (70-90 cm). Penelitian disusun dalam rancangan acak kelompok petak terpisah dengan kedalaman muka air tanah sebagai petak utama dan dosis terak baja sebagai anak petak. Pengamatan meliputi kadar air tanah aktual, hidrofobisitas aktual, emisi CO2, pertumbuhan, produksi kelapa sawit, subsiden, dan kadar logam berat dalam buah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hidrofobisitas tanah gambut dalam penelitian ini berhubungan negatif (eksponensial) dengan kadar air tanah, iii kemasaman total, kadar karboksilat, dan OH-fenolat. Penurunan kadar air tanah, kemasaman total, kadar karboksilat, dan kadar OH-fenolat akan meningkatkan hidrofobisitas tanah gambut. Penurunan kadar air tanah menyebabkan peningkatan rasio komponen hidrofobik terhadap komponen hidrofilik, dan tanah gambut mengalami hidrofobisitas. Kadar air kritis (KAK) untuk terjadinya hidrofobisitas tanah gambut dari lokasi penelitian yang diperoleh adalah 201 – 223%, 293 – 307%, 118 -126%, dan 184 – 213%, berturut-turut untuk PAJ hemik > PAJ saprik > MEP hemik > MEP saprik. Tanah gambut hemik akan mengalami hidrofobisitas lebih cepat daripada jenis saprik. Tanah gambut PAJ membutuhkan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan tanah gambut MEP agar tanah gambut tetap hidrofilik. Kedalaman muka air tanah MAT-1 dan MAT-2 (kisaran muka air tanah 30 – 70 cm) mampu menjaga kelembaban tanah gambut aktual sampai pada lapisan atas, sedangkan penurunan kedalaman muka air tanah gambut hingga > 70 cm di bawah permukaan tanah (MAT-3) nyata berpengaruh terhadap penurunan kelembaban tanah ke lapisan atas (0-10 cm). Kedalaman muka air tanah >70 cm berpotensi terjadi hidrofobisitas tanah pada lapisan atas (0-10 cm), terutama pada kondisi bulan kering. Kombinasi kedalaman muka air tanah dan pemberian terak baja tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan kadar air tanah lapisan atas, namun berpengaruh pada peningkatan sifat-sifat tanah gambut seperti pH, kadar abu, dan retensi air tanah gambut. Emisi CO2 pada kondisi kedalaman muka air tanah MAT-3 > MAT-2 > MAT-1, yaitu berturut-turut 50.23, 37.92, dan 28.33 ton ha-1 tahun-1. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin dalam muka air tanah menyebabkan peningkatan emisi CO2. Aplikasi terak baja tidak berpengaruh nyata terhadap menurunkan emisi CO2. Pada penelitian ini diperoleh hubungan antara emisi CO2 dan kadar air tanah gambut pada kisaran kadar air yang lebar (kering – basah). Pada kondisi tanah gambut hidrofilik, emisi CO2 tanah gambut menurun dengan meningkatnya kelembaban tanah lebih besar kadar air tanah (KAT) kapasitas lapang. KAT yang berlebihan menurunkan ketersediaan oksigen dalam tanah dan menghambat aktivitas mikroba perombak, sehingga menurunkan emisi CO2. Emisi CO2 tertinggi dicapai pada kondisi KAT berkisar antara KAK hingga KAT kapasitas lapang. Pada kondisi tanah gambut mengalami hidrofobisitas terjadi penurunan gugus-gugus fungsional aktif (karboksil, hidroksil), pengeringan bahan gambut, proses dekomposisi menurun dan emisi CO2 menurun. Perlakuan pengelolaan muka air tanah berpengaruh nyata terhadap produksi TBS (umur 6 tahun), dimana produksi TBS pada MAT-1 > MAT-2 > MAT-3. Penurunan kedalaman muka air tanah > 70 cm di bawah permukaan tanah nyata menurunkan produksi TBS hingga 8-11% terhadap perlakuan pengelolaan muka air tanah pada kisaran 30 – 70 cm (MAT-1 dan MAT-2). Aplikasi berbagai dosis terak baja tidak berpengaruh nyata terhadap produksi TBS pada tahun pertama penelitian. namun demikian, aplikasi berbagai dosis terak baja dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah gambut Panai Jaya. Implikasi dari penelitian ini bahwa penerapan kedalaman muka air tanah pada kisaran 30 – 70 cm untuk perkebunan kelapa sawit di Panai Jaya mampu menjaga kelembaban tanah lapisan atas tanah gambut, mencegah terjadinya hidrofobisitas, menurunkan emisi CO2, serta meningkatkan produksi kelapa sawit.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcSoil Scienceid
dc.subject.ddcSoil Analystid
dc.titlePengaruh Kedalaman Muka Air Tanah dan Dosis Terak Baja terhadap Hidrofobisitas Tanah Gambut, Emisi Karbon, dan Produksi Kelapa Sawitid
dc.subject.keywordemisi CO2id
dc.subject.keywordhidrofobisitasid
dc.subject.keywordkelapa sawitid
dc.subject.keywordtanah gambutid
dc.subject.keywordterak bajaid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record