Show simple item record

dc.contributor.advisorDharmawan, Arya Hadi
dc.contributor.advisorSMP Tjondronegoro
dc.contributor.advisorSuradisastra, Kedi
dc.contributor.authorTarigan, Herlina
dc.date.accessioned2015-01-07T02:21:23Z
dc.date.available2015-01-07T02:21:23Z
dc.date.issued2014
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/73052
dc.description.abstractPerubahan ketersediaan dan permintaan terhadap sumberdaya air yang terjadi oleh faktor-faktor pertumbuhan penduduk, pesatnya pembangunan infrastruktur, serta perkembangan sektor industri dan pariwisata, telah menggeser posisi air dari common pool resources menjadi economic commodity. Didukung oleh produksi kekuasaan dalam bentuk undang-undang dan kebijakan, beragam aktor dengan kuasa pengetahuan dan regim yang berbeda-beda masuk dalam kancah politik ekonomi air serta bertarung memperebutkan akses dan kontrol terhadap air sehingga mendesak posisi kelembagaan pengairan tradisional subak. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) menganalisa rejim pengelolaan sumberdaya air ala subak pada masyarakat Bali dan perkembangannya; (2) mengidentifikasi aktor dan menganalisis pertarungan kuasa pengetahuan dan konflik akses sumberdaya air yang terjadi di Yeh Ho; (3) menganalisis dampak pertarungan akses sumberdaya air terhadap kelembagaan pengairan subak sebagai lembaga pendukung ketahanan pangan dan salah satu pilar pendukung pariwisata di Bali. Penelitian menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Subak merupakan kelembagaan pengairan hasil konstruksi masyarakat Hindu Bali yang tidak semata terkait keteknikan tetapi lekat dengan nilai-nilai budaya dan religius. Sistem sosial subak yang kompleks mengalami pergeseran sejalan perkembangan politik regim yang berkuasa. Pengaturan internal sebagai produk kekuasaan atas wilayah, tata hubungan, menejemen sumberdaya berdasarkan pengetahuan lokal yang dituangkan dalam bentuk awig-awig, ditegakkan dengan disiplin, berasas keadilan dan kebersamaan; (2) Pesatnya pembangunan dan pariwisata massal menyebabkan meningkatnya kepentingan berbagai pihak terhadap pemanfaatan sumberdaya air. Secara bersamaan terjadi tekanan terhadap lahan dan ekologi yang memperkuat terjadinya krisis air. Keadaan ini membuka arena pertarungan perebutan akses dan kontrol air yang menimbulkan konflik. Ajang pertarungan air di Yeh Ho memiliki interrelasi yang kuat dengan aktor global (WB, ADB, Golden Mississippi). Di tingkat empiris, koalisi negara, swasta dan PDAM telah merebut akses petani terhadap air melalui kekuatan wacana otoritas formal, politik pembangunan dan tekanan sosial ekonomi global; (3) Intervensi negara dalam membangunkembangkan irigasi melalui politik pangan yang sentralistik terbukti meningkatkan kemampuan subak memproduksi padi namun tidak mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan petani. Hubungan kekuasaan yang tidak seimbang dalam ketidakadilan air turut menekan subak, meluruhkan sistem sosial dan mengabaikan inti religius subak. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa: 1. Teknologi keirigasian subak dan kegiatan pertanian yang dilaksanakan selalu berkorelasi dengan ritual-ritual agama. Perkembangan politik ekonomi air dan pandangan terhadap subak semata terkait unsur keteknikan telah menggeser subak dari lembaga yang kolektif dan otonom menjadi lembaga yang cenderung individualis dan sangat tergantung pada pihak luar. 2. Penekanan konsentrasi politik pangan dengan teknologi modernisasi memposisikan pembangunan sarana irigasi menjadi poin penting dan utama. Alokasi anggaran pembangunan irigasi yang besar untuk pencapaian target swasembada pangan yang disertai berbagai subsidi dan rekayasa kelembagaan “mengusik “ otonomi dan kemandirian subak karena sangat bersifat sentralistik. Formalisasi organisasi petani untuk kelengkapan dan kontrol terhadap paket pembangunan secara utuh, menembus kekuasaan petani dalam mengatur dirinya sendiri, mempersempit ruang jelajah yang menjadi batasaan akses, menciptakan konflik peran, dan akhirnya kurang berhasil membangun partisipasi. 3. Peralihan air dari komoditas sumberdaya milik bersama menjadi komoditas ekonomi didukung oleh beragam pengaturan sebagai produk pertarungan immaterial yang pro kapitalis telah merangsang beragam aktor pesaing subak dalam mengakses sumberdaya air di Yeh Ho. Sistem ekonomi kapitalis yang bersaing, individualis, dan berorientasi maximisasi profit dalam jangka waktu relatif cepat, telah bekerja efektif dalam dukungan kebijakan negara yang mengedepankan pentingnya pertumbuhan ekonomi atau PAD. Sistem ini bersifat menegasi sistem ekonomi subak yang kolektif, adil, dan berkelanjutan. 4. Dalam konteks hubungan kekuasaan antar aktor, konflik material sumberdaya air di Yeh Ho memiliki hubungan interrelasi yang kuat dengan negara dan swasta nasional sebagai pusat (centre of periphery) maupun negara maju, lembaga internasional dan perusahaan multinasional (centre of centre) yang memanfaatkan air secara besar-besaran dan telah mendominasi negara dalam memainkan kuasa pengetahuan, modal, dan teknologi dalam memproduksi kebijakan. Di aras lokal, atraksi pertarungan aktor negara (pemda), PDAM, Pengusaha AMDK, pengusaha AMIU, dan pengusaha sarana pariwisata, pemerintah desa, dan petani subak telah menimbulkan konflik material. 5. Meluruhnya lembaga lokal subak yang ditunjukkan oleh gejala melemahnya pertahanan ekonomi dan sosial subak dapat dilihat pada semakin tergantungnya subak pada bantuan pihak luar, menguatnya disintegrasi antar maupun intern subak, dan subsistem sosialnya yang cenderung mengalami disfungsi. Politik ekonomi dan pembangunan yang diterapkan negara lintas dominasi regim, secara sistemik telah melemahkan subak dengan terlepasnya satu per satu unsur-unsur keotonomiannya. Otonomi subak saat ini tidak lagi berfungsi sebagai kekuatan melainkan faktor penghambat integrasi pengelolaan sumberdaya air. Peluruhan subak sekaligus ancaman salah satu daya tarik pariwisata Bali yang potensial menekan pendapatan dari sektor kebanggaan Bali ini. 6. Retorika pemerintah mengenai pentingnya peran petani subak dalam memelihara ketahanan pangan lokal dan nasional, memerlukan sikap politik yang konsisten berpihak dengan memperhatikan prinsip dasar bahwa petani hanya bisa menghidupi orang lain termasuk negara jika ia sendiri bisa melanjutkan kehidupannya. Kata kunci : Tabanan, kelembagaan subak, konflik kepentingan, peluruhan.en
dc.language.isoid
dc.titlePeluruhan Kelembagaan Lokal Subak: Analisis Konflik Kepentingan Sosial-Ekonomi di Kabupaten Tabanan Balien
dc.subject.keywordTabananen
dc.subject.keywordkelembagaan subaken
dc.subject.keywordkonflik kepentinganen
dc.subject.keywordpeluruhanen


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record