Show simple item record

dc.contributor.advisorMuladno
dc.contributor.advisorNuraini, Henny
dc.contributor.advisorSalundik
dc.contributor.authorRugayah, Nova
dc.date.accessioned2014-11-10T02:38:15Z
dc.date.available2014-11-10T02:38:15Z
dc.date.issued2014
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/70078
dc.description.abstractSeiring dengan perkembangan teknologi, produk pangan maupun non pangan yang berasal dari ternak mulai ditinggalkan penggunaannya sejak ditemukan produk-produk sintetis yang manfaatnya jauh lebih baik. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi pula yang semakin meningkatkan kesadaran manusia terhadap dampak negatif produk-produk sintetis akibat sulitnya terdekomposisi secara alami. Hal ini mengakibatkan manusia untuk berpikir “back to nature” melalui pemanfaatan limbah peternakan (kulit, bulu, wool, kotoran, tulang, lemak, dan organ dalam) secara optimal. Hal ini mampu meningkatkan nilai ekonomis limbah ternak sekaligus upaya dalam memelihara keseimbangan lingkungan. Pemanfaatan limbah ternak secara efisien dan ekonomis akan mampu mencegah dahsyatnya pencemaran lingkungan, nilai estetis, dan berbagai masalah kesehatan terhadap kehidupan manusia. Keberadaan limbah kotoran dan tulang ternak di Indonesia cukup tinggi akibat tingginya total konsumsi daging sapi, ayam, dan babi di Indonesia yang mencapai 3.572 dan 4.092 kg/kapita/tahun pada tahun 2009 dan 2010 (BPS 2011). Mengingat cukup tingginya keberadaan limbah kotoran dan tulang ternak di Indonesia dan belum tercapainya pengolahan secara optimal, maka berbagai penelitian untuk mengetahui alternatif pengolahan limbah ternak untuk meningkatkan nilai ekonomis, mencegah pencemaran lingkungan yang sekaligus mampu meminimalkan masalah-masalah kesehatan sangat perlu untuk ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya. Penelitian ini bertujuan mengkaji pemanfaatan kotoran dan tulang ternak (sapi, babi, dan ayam) sebagai material untuk produk bahan non-pangan. Penelitian ini dibagi menjadi 2 tahapan: 1) Penelitian terhadap kotoran ternak yang bertujuan mengetahui pengaruh pupuk kandang babi, sapi, dan ayam dengan campuran kotoran cacing (kascing) terhadap pertumbuhan, produksi, dan kualitas Tanaman Bayam, 2) Penelitian terhadap tulang ternak yang bertujuan mengkaji potensi arang tulang sapi, ayam, dan babi untuk menurunkan kandungan F (defluoridation) pada air tanah di Indonesia serta deteksi bahan baku arang tulang dan karbon aktif penyaring air komersial melalui tes DNA. Penelitian tahap pertama menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 10 perlakuan dan 3 ulangan. Pembuatan pupuk kandang mengaplikasikan sistem windrow, merupakan proses sederhana dan paling murah karena tidak membutuhkan wadah dekomposisi spesifik dan sistem pengaturan udara khusus melainkan memanfaatkan sirkulasi udara alami, meski aplikasinya memerlukan areal lahan cukup luas. Aplikasi pupuk kandang dan kascing pada 2 minggu setelah penaburan benih. Jumlah plot 30 dengan jumlah sampel tanaman 20 per plot. Pemanenan tanaman pada 28 hari setelah tanam. Pengamatan pertumbuhan dilakukan terhadap tinggi tanaman (cm), diameter batang (mm), dan jumlah daun terbentuk (helai). Pengamatan produksi pada bobot segar (g) dan kering (g). Pengamatan kualitas dilakukan pada kandungan protein (%), Fe (mg), Ca (mg), klorofil (mg), vitamin A (mg), dan vitamin C (mg). Pupuk kandang ayam mengandung NPK relatif lebih baik dibandingkan pupuk kandang babi dan sapi. Pupuk kandang ayam dan babi memiliki hara makro (total NPK minimal 4%) sedangkan pupuk kandang sapi belum memenuhi persyaratan teknis minimal pupuk organik padat (Permentan 2011). Pupuk kandang ayam mengandung N tertinggi yaitu 5,89%, diikuti oleh pupuk kandang babi (3,27%) dan sapi (1.56%). Kandungan unsur hara NPK pada kotoran ayam tertinggi dibandingkan kotoran sapi, kuda, babi, dan domba. Pupuk kandang ayam 20 ton ha-1 menghasilkan pertumbuhan dan produksi bayam terbaik dibandingkan dengan pupuk kandang babi dan sapi. Kualitas bayam terbaik dicapai dengan menggunakan kombinasi pupuk kandang sapi 10 ton ha-1 dan kascing 10 ton ha-1. Penelitian tahap kedua menggunakan tulang sapi, babi, dan ayam. Proses pembuatan arang tulang menggunakan tanur suhu 600 oC. Arang tulang berwarna hitam keabu-abuan, rapuh, dan tidak berbau dengan ukuran sekitar 1-2 mm. Pengujian terhadap kemampuan arang tulang menyerap F dan Fe pada air sintetis serta F pada air tanah. Air tanah yang dikonsumsi oleh masyarakat, diambil dari wilayah Bogor dengan tiga ketinggian berbeda. Peubah yang diamati adalah kandungan F dan Fe air tanah, kualitas arang tulang sapi, ayam, dan babi, serta prosentase penyerapan arang tulang terhadap F dan Fe. Hasil analisis terhadap parameter yang diamati disajikan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa arang tulang sapi memiliki prosentase penyerapan paling tinggi sebesar 77% terhadap F pada air tanah, diikuti oleh ayam (67%) dan babi (43%). Semakin banyak arang tulang semakin tinggi prosentase penyerapan terhadap F yang cenderung meningkat hingga 12 jam. Arang tulang sapi juga memiliki prosentase penyerapan paling tinggi terhadap Fe pada air tanah. Selama pengamatan 2 jam, arang tulang sapi mampu menyerap Fe hingga 100 %, diikuti oleh arang tulang ayam sebesar 99,7 %, dan babi 87 %. Arang tulang mengandung kalsium hidroksiapatit [Ca10(PO4)6(OH)2] yang bersifat biomaterial keramik dengan permukaan memiliki pori-pori. Berdasarkan strukturnya dan akibat adanya gaya adhesi maka kalsium hidroksiapatit dapat mengadsorpsi zat-zat lain ke dalam pori-pori di permukaannya sehingga mampu menjadi penyerap (adsorbent). Foto SEM membuktikan pori-pori arang tulang tertutupi oleh suatu material berwarna putih yang diyakini adalah F yang terserap ke dalam pori-pori material kalsium hidroksiapatit. DNA arang tulang dapat diisolasi secara kuantitatif meski dengan konsentrasi sangat kecil, yaitu arang tulang sapi tertinggi sebesar 30.5 ng/μl diikuti oleh arang tulang ayam (16.7 ng/μl) dan babi (7.5 ng/μl). Kemurnian arang tulang sapi, ayam, babi, dan penyaring komersial, masing-masing sebesar 1,29, 1,38, 1,32, dan 1,46. Kemurnian DNA rendah karena masih jauh di bawah kemurnian DNA yang baik (1,8-2). Penggunaan suhu 600 oC mengakibatkan sebagian besar DNA rusak. Karbon aktif pada penyaring komersial tidak berasal dari bahan alami seperti arang tulang ternak sapi, babi, dan ayam melainkan berasal dari bahan sintetis yang memerlukan pengujian lebih lanjut.en
dc.language.isoid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)
dc.titlePotensi Kotoran Dan Tulang Ternak Sebagai Sumber Produk Non-Panganen
dc.subject.keywordAir tanahen
dc.subject.keywordarang tulangen
dc.subject.keywordDNAen
dc.subject.keywordkotoran ternaken


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record