Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin di Indonesia dalam Skema ASEAN China Free Trade Area (ACFTA)
Abstract
Jeruk merupakan komoditas unggulan Indonesia berdasarkan skala usaha karena sudah dikenal luas dan sering dikonsumsi oleh masyarakat khususnya untuk jenis Jeruk Mandarin. Akan tetapi, akibat serangan penyakit CVPD yang disertai dengan gempuran Jeruk Mandarin asal Cina tanpa disertai penanggulangan yang baik terhadap kendala tersebut, maka produksi jeruk Indonesia terus menurun dan hanya mampu bertahan, sehingga kalah saing dengan jeruk asal Cina. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor, membandingkan jumlah dan nilai impor Jeruk Mandarin saat sebelum dan sesudah diberlakukan ACFTA, dan mendeskripsikan upaya-upaya yang dapat dilakukan pemerintah dan pihak-pihak terkait dalam meningkatkan produksi jeruk. Faktor-faktor yang dianggap memengaruhi tingkat substitusi impor yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar, harga konsumen jeruk di pedesaan, PDB, produksi jeruk di Indonesia, harga Jeruk Mandarin impor, substitusi impor tahun sebelumnya, dan dummy ACFTA. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari BPS, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perdagangan dari bulan Januari 2000-Desember 2009. Tahun 2000 hingga 2004 adalah masa sebelum ACFTA atau Pra-EHP dan tahun 2005 sampai 2009 merupakan masa setelah ACFTA atau Pasca EHP. Analisis dilakukan dengan menggunakan model regresi double log, analisis laju pertumbuhan dan pangsa impor, Indeks Grubel-Llyod, dan analisis deskriptif dengan bantuan Microsoft Excel dan Eviews. Hasil estimasi dengan model regresi double log untuk faktor-faktor yang memengaruhi menunjukkan bahwa substitusi impor dipengaruhi oleh PDB, harga konsumen jeruk di pedesaan, produksi jeruk nasional, dummy ACFTA, dan substitusi impor tahun sebelumnya. Nilai adjusted R2 dari model ini adalah 0,627400 yang artinya ragam dari substitusi impor dapat dijelaskan sebanyak 62,74 % oleh variabel di dalam model dan sisanya sebesar 37,26 % dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Berdasarkan uji ekonometrika, model ini bebas dari pelanggaran asumsi baik itu multikolinearitas, autokorelasi, maupun normalitas. Analisis laju pertumbuhan untuk nilai dan jumlah impor Jeruk Mandarin menunjukkan bahwa setelah diberlakukannya ACFTA, nilai dan jumlah impor ini memiliki tren positif dibanding sebelum EHP yang sebetulnya sudah negatif. Pangsa impor Cina pun mengungguli negara lain dengan jumlah pangsa sebesar 48,05 % sebelum ACFTA dan 85,94 % setelah ACFTA disepakati. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya-upaya untuk memenuhi substitusi impor secara lebih intensif. Implemantasi kebijakan yang dapat dilakukan antara lain perbaikan kinerja sistem agribisnis melalui pembenahan di subsistem hulu, subsistem hilir, dan subsitem penunjang agar saling mendukung satu sama lain.