Modifikasi Dan Uji Performansi Mesin Penyuling Minyak Alpukat (Persea americana, Mill)
Abstract
Indonesia terletak di daerah tropis, dengan iklim yang ada memungkinkan Indonesia untuk menjadi habitat berbagai macam flora dan fauna, termasuk di dalamnya alpukat. Menurut data yang dikeluarkan FAO, negara Indonesia dari kurun waktu 1961-1996 menjadi negara penghasil alpukat terbanyak untuk wilayah Asia. Alpukat banyak dikonsumsi langsung sebagai buah, padahal kandungan lemak dalam buah alpukat mencapai 6.5% (b.b) ini lebih besar dari pada kandungan pada buah durian yang kurang dari setengah kandungan lemak pada buah alpukat (3% b.b) Produk pertanian umumnya memiliki nilai ekonomi yang tinggi bila telah diolah dari bentuk produk aslinya, sejalan dengan itu dan dengan melimpahnya buah alpukat di pasar nasional maka pembuatan minyak alpukat bisa menjadi alternatif usaha untuk meningkatkan penghasilan petani. Minyak alpukat biasa dipakai sebagai bahan baku produk kosmetik seperti sabun dan shampo, cara pembuatannya bisa dengan penekana n (pressing) dan dengan melarutkannya ke dalam pelarut organik kemudian memisahkan kandungan minyak dengan pelarutnya, pelarut yang umum digunakan adalah heksan (C6H14). Rendemen yang bisa diperoleh dari ekstraksi minyak dengan menggunakan cara pertama relatif lebih kecil dari pada cara yang kedua. Minyak alpukat tergolong ke dalam minyak atsiri atau lebih umum dikenal dengan nama essential oil , yakni minyak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan mempunyai titik uap sekitar suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi. Pada tahun 2003, Agus Sutejo telah mendesain sebuah alat yang dilengkapi dengan pengatur suhu otomatis untuk memproduksi minyak dari jeruk limo, teknik pembuatannya adalah dengan menyimpan bahan yang akan diambil minyaknya di atas air yang didihkan, sehingga uap air akan langsung membawa minyak dalam bahan sehingga minyak dan air akan bercampur dan kemudian dikondensasikan. Teknik pengambilan kandungan minyak dalam bahan yang dipakai dalam percobaan ini adalah dengan jalan melarutkan (ekstraksi) alpukat dengan heksan dalam suhu 450C selama 30 menit, campuran minyak dan heksan (misela) kemudian dipisahkan (destilasi) dengan cara memanaskannya pada suhu yang lebih dari atau sama dengan titik didih heksan (68.740C) selama 2 jam, suhu bahan di dalam chamber selama proses destilasi di atur pada suhu 750C uap heksan lalu dikondensasikan agar berubah menjadi bentuk cairan untuk kemudian bisa dipergunakan lagi (daur ulang). Hal yang paling mendasar yang menjadi perbedaan antara teknik pembuatan minyak limo dengan teknik yang digunakan dalam percobaan ini adalah tentang kontak langsung bahan dengan air. Bila pada proses pembuatan minyak jeruk limo antara bahan dan uap air berkontak langsung, maka pada percobaan kali ini justru dihindari. Kontak langsung terjadi antara bahan dengan heksan, oleh karena itu perlu dilakukan suatu modifikasi untuk menyesuaikan hal ini. Modifikasi dilakukan pada ruang penyimpanan bahan, bila dulu ruang penyimpanan bahan berbentuk lembaran bulat yang berlubang-lubang maka sekarang bentuk ruang (chamber) didesain menyerupai panci. Chamber terbuat dari bahan stainless steel dengan tebal 1 mm dan berdiameter 200 mm serta tinggi 193 mm, disimpan dalam ruangan yang dikelilingi air. Air berfungsi sebagai pemanas bahan di dalam chamber sementara panas air berasal dari heater yang dihubungkan langsung ke sumber listrik PLN. Chamber dilengkapi dengan pegangan dan pengunci agar tidak terapung oleh air. Tiap kegiatan produksi minyak alpukat dilakukan sebanyak tiga kali, dari tiga kali pengulangan itu diperoleh data bahwa energi listrik yang diperlukan pada percobaan I untuk proses ekstraksi sebesar 0.473 kWH dan untuk proses destilasi sebesar 1.501 kWH, pada percobaan II sebesar 0.442 kWH untuk proses ekstraksi dan 1.518 kWH untuk proses destilasi, sementara pada percobaan III untuk proses ekstraksi diperlukan energi sebesar 0.409 kWH dan 1.428 kWH untuk proses destilasi. Energi ini dipakai untuk memanaskan air sebanyak 12.45 kg. Besarnya energi yang digunakan untuk menaikkan suhu air pemanas pada percobaan I sebesar 1 096.49 kJ (0.304 kWH) untuk proses ekstraksi dan 1 889.19 kJ (0.525 kWH) untuk proses destilasi, untuk proses ekstraksi dan destilasi pada percobaan II masing-masing sebesar 1 049.72 kJ (0.291 kWH) dan 1 873.92 kJ (0.521 kWH), sementara pada percobaan III sebesar 1 049.72 kJ (0.291 kWH) untuk proses ekstraksi dan untuk proses destilasi sebesar 2 056.62 kJ (0.571 kWH). Energi sebesar ini kemudian dirambatkan lagi melalui panas air yang merambat ke dinding chamber dan memanaskan bahan di dalam chamber. Energi yang dipakai untuk memanaskan bahan di dalam chamber masing-masing sebesar 54.08 kJ (0.015 kWH) untuk proses ekstraksi dan 273.26 kJ (0.076 kWH) untuk proses destilasi pada percobaan I, 56.26 kJ (0.016 kWH) dan 280.32 kJ (0.078 kWH) energi yang diperlukan pada proses ekstraksi dan destilasi percobaan II, serta untuk percobaan III sebesar 56.54 kJ (0.016 kWH) untuk proses ekstraksi dan 249.87 kJ (0.069 kWH) untuk proses destilasi. Selama proses berlangsung pada permukaan luar alat terjadi panas, panas yang timbul ini menandakan terjadinya in-effisiensi. Energi terukur yang terbuang akibat pindah panas dari permukaan luar alat pada percobaan I untuk proses ekstraksi sebesar 0.767 kJ (0.0002 kWH) dan 56.209 kJ (0.016 kWH) untuk poses de stilasi, pada percobaan II sebesar 3.081 kJ (0.0008 kWH) untuk proses ekstraksi dan 54.91 kJ (0.015 kWH) untuk proses destilasi, sedangkan pada percobaan III untuk proses ekstraksi dan destilasi masing-masing sebesar 2.415 kJ (0.0007 kWH) dan 55.75 kJ (0.015 kWH). Dari serangkaian percobaan produksi minyak alpukat juga diperoleh data bahwa rendemen masing-masing percobaan I, II dan III adalah 35%, 42.7% dan 31.75% bila dihitung dari input alpukat kering, sedangkan nilai rendemen bila mengacu pada bahan awal buah alpukat segar rata-rata sebesar 1.36 % dengan nilai effisiensi kondensor masing-masing sebesar 54.48%, 100.09% dan 93.40%.