Show simple item record

dc.contributor.advisorMansur, Irdika
dc.contributor.advisorSupriyanto
dc.contributor.authorMbaubedari, Kusriner Fernando
dc.date.accessioned2023-06-09T06:57:23Z
dc.date.available2023-06-09T06:57:23Z
dc.date.issued2011
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/118720
dc.description.abstractUntuk mendapatkan pohon penghasil gubal gaharu yang baik, harus menggunakan bibit dari pohon gaharu potensial, yaitu bibit unggul dari pohon inang yang telah terbukti menghasilkan gubal gaharu di alam. Namun demikian produktifitas benih yang rendah menyebabkan kesulitan memperoleh anakan pohon gaharu dalam jumlah banyak di alam, padahal untuk tujuan budidaya yang luas sangat diperlukan bibit berkualitas dalam jumlah cukup dan tersedia tepat waktu. Di sisi lain, selama ini bibit yang digunakan berasal dari biji atau semai hutan alam dimana jumlah bibit terbatas, kualitas bibit rendah dan peluang memperoleh gubal gaharu setelah penanaman relatif kecil karena bibit yang digunakan belum tentu berasal dari induk yang berpontesi menghasilkan gubal gaharu. Kendala lain yang umumnya dihadapi adalah tidak semua pohon gaharu menghasilkan buah setiap tahun, belum adanya kebun bibit unggul dan kebun benih serta biji gaharu bersifat rekalsitran, selain itu adanya penebangan pohon induk dewasa di alam oleh pencari gaharu menyebabkan hilangnya sumber benih. Rendahnya daya berbunga dan produktifitas berbuah menyebabkan masalah regenerasi secara generatif, sementara itu pembiakan secara vegetatif menggunakan stek dan cangkok membutuhkan bahan induk yang banyak, maka kultur in vitro gaharu menjadi alternatif teknologi perbanyakan gaharu unggul secara masal dan cepat. Selain dapat menghasilkan bibit berkualitas dalam jumlah yang memadai, teknik ini berpotensi mempertahankan sifat genetis dari pohon induk penghasil gaharu. Namun demikian, ditemukan kendala dalam kultur jaringan gaharu yaitu memerlukan waktu yang lama untuk menginduksi akar plantlet baik secara in vitro maupun ex vitro di green house, sementara akar yang terbentuk umumnya relatif kecil, jumlahnya sedikit serta sulit berkembang. Problem lain adalah tahapan aklimatisasi plantling gaharu hasil in vitro ke media aklimatisasi merupakan tahapan kritis yang masih menjadi masalah karena plantling telah terbiasa tumbuh pada kondisi lingkungan dengan kelembaban tinggi sementara apabila diadaptasikan secara ex vitro dengan temperatur tinggi plantling akan mengalami dehidrasi, layu dan mati dikarenakan mekanisme buka tutup stomata yang rendah dan stomata tidak berfungsi optimal. Lingkungan tumbuh in vitro bersifat steril mengakibatkan imunitas plantling rendah dan lebih rentan terhadap serangan hama dan ..dstid
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcSilvicultureid
dc.subject.ddcTree Nurseryid
dc.titlePengaruh Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Indigenous Papua dan Media Tumbuh terhadap Pertumbuhan Plantling Gaharu (Gyrinops versteegii (Gilg) Domke) Hasil Multiplikasi In-vitro.id
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordplantlingid
dc.subject.keywordG.verteegiiid
dc.subject.keywordConcorsium AMFid
dc.subject.keywordsymbioseid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record