Show simple item record

dc.contributor.advisorNoor, Ronny Rachman
dc.contributor.advisorJakaria, Jakaria
dc.contributor.advisorPriyanto, Rudy
dc.contributor.advisorManalu, Wasmen
dc.contributor.authorSuhendro, Ikhsan
dc.date.accessioned2022-12-13T00:07:20Z
dc.date.available2022-12-13T00:07:20Z
dc.date.issued2022-11-04
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/115508
dc.description.abstractPeningkatan suhu global menimbulkan banyak permasalahan di industri peternakan karena mengakibatkan ternak mengalami gangguan efisiensi produksi, reproduksi, kesehatan, dan peningkatan jumlah kematian. Strategi yang dapat mengurangi stres panas dapat dilakukan dengan pendinginan, penyiraman, pemberian air, modifikasi pakan, dan modifikasi kandang. Akan tetapi, cara ini hanya merupakan solusi jangka pendek, mahal, dan tidak berkelanjutan. Seleksi ternak yang tahan panas adalah lebih mungkin untuk dilakukan dan lebih berkelanjutan. Sapi Bali sebagai ternak indigenos yang telah lama hidup, beradaptasi, dan berevolusi di habitat stres panas memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bangsa sapi yang unggul dalam sifat ketahanan panas. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi informasi sapi Bali yang tahan panas melalui informasi fenotipe dan genetikanya. Penelitian ini dilakukan secara bertahap mulai pada bulan Agustus – Oktober 2019 untuk perlakuan altitud, pada bulan September – November 2021 untuk perlakuan sistem pemeliharaan, dan pada bulan Januari – Maret 2022 untuk uji laboratorium. Lokasi stres panas dipilih dengan alasan merupakan habitat alami sapi Bali yang banyak ditemui di sistem pemeliharaan di Indonesia. Pemilihan sapi Bali menggunakan teknik purposive sampling yang sehat dan telah mencapai dewasa kelamin dan dewasa tubuh pada usia ≥2 tahun. Perlakuan altitud menggunakan 116 ekor sapi Bali dewasa sehat yang terdiri atas 40 ekor di Pangyangan, 41 ekor di Serading, dan 35 ekor di Sembalun. Perlakuan sistem pemeliharaan (sispem) menggunakan 82 ekor sapi Bali jantan dewasa sehat dengan 30 SPP (stres panas dan pakan), 32 SP (stres panas), dan 20 TN (temperatur nyaman). Data fenotipe didapatkan pada pengukuran lapang secara langsung pada saat ternak masuk kandang jepit. Data fenotipe yang diukur berupa profil morfologi sapi Bali serta respons temperamen dan fisiologi pada pagi dan siang hari. Analisis keragaman gen didapatkan menggunakan teknik sequencing Sanger dan ekspresi gen menggunakan qRT-PCR. Analisis fenotipe dan asosiasi dengan gen HSP70 dilakukan menggunakan general linear model satu atau dua faktor. Data ekspresi gen dianalisis dengan uji T-student. Hasil penelitian ini mendapatkan informasi profil fenotipe, genetika, dan asosiasinya pada sapi Bali. Pada peningkatan 1 km altitud di Sembalun mampu menurunkan suhu lingkungan hingga 4-7 °C. Selain itu, penggunaan kanopi di sispem TN dapat mengurangi suhu hingga 3-4 °C. Sapi Bali yang dipelihara di altitud rendah dan sistem pemeliharaan ekstensif memiliki indeks stres panas yang lebih tinggi (p<0.001). Meski demikian, indeks toleransi panas yang ditunjukkan BCA dan DSI menunjukkan nilai respons fisiologi sapi Bali berada dalam batas normal, bahkan pada suhu lingkungan mencapai 35 °C di Serading. Hal ini mengindikasikan bahwa sapi Bali memiliki plastisitas fisiologi termal yang baik meskipun dipelihara pada perbedaan lingkungan stres. Sementara, sifat fisik tidak cukup plastis dalam menghadapi berbagai stresor lingkungan. Pengaruh stres pada altitud di Sembalun dan Serading tidak mampu memengaruhi (p>0,05) perbedaan bobot badan dan BCS sapi Bali. Akan tetapi, pada kondisi stres, sapi Bali memiliki tingkat asimetrisitas yang lebih tinggi (p<0,01). Pengaruh stres pada sistem pemeliharaan mampu menimbulkan perbedaan sifat pertumbuhan dan morfologi yang signifikan (p<0.05) pada SP dan TN. Dengan demikian, sifat fisik sapi Bali cukup konsisten dalam berbagai kondisi stres panas. Akan tetapi, dalam kondisi perbedaan stres pakan, seperti pada sapi Bali di Pangyangan dan Serading pada faktor altitud dan di SP dan SPP pada faktor sistem pemeliharaan, sapi Bali mampu memiliki sifat pertumbuhan yang konsisten lebih tinggi pada pemberian pakan yang cukup (p<0.05) baik dalam kondisi stres panas maupun temperatur nyaman. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa stres panas tidak terlalu berpengaruh pada profil pertumbuhan sapi Bali, sebaliknya pemberian pakan memberikan pengaruh yang lebih besar. Informasi molekuler diperlukan sebagai dasar seleksi dan asosiasi dengan fenotipe yang dipilih. Gen HSP70 bertanggung jawab dalam perlindungan sel yang mencegah pelipatan, denaturasi, kerusakan, dan kematian sel akibat stresor lingkungan, terutama stres panas. Gen HSP70 didapatkan beragam dengan ditemukannya 30 SNP polimorphic di sebagian wilayah promotor, 5’UTR, dan CDS. Keragaman gen ini ditemukan cukup tinggi pada sapi lokal dan sedikit pada sapi Bos taurus. SNP pada lokus g.-69T>G, g.19A>G, g.45C>T, g.101ins, dan g.205G>C diprediksi memiliki kualitas yang baik karena memiliki MAF yang tinggi, bersifat non-synoyimous, novel, dan berasosiasi pada penelitian sebelumnya. Sebanyak 16 SNP ditemukan berifat asosiatif dengan 11 SNP berasosiasi dengan sifat fisiologi dan 8 SNP berasosiasi dengan sifat fisik. Hasil pembentukan Haplotipe yang dibangun dari pertimbangan alel asosiatif dan linkage diseqilibirum mendapatkan 12% sapi Bali memiliki haplotipe a (Ha) yang berasosiasi dengan sifat fisiologis rendah dan 20% sapi Bali lain memiliki haplotipe b (Hb) yang berasosiasi dengan sifat fisik rendah dan fisiologi tinggi. Ekspresi gen menunjukkan bahwa sapi Bali yang rentan panas (Hb) memiliki ekspresi gen relatif yang signifikan lebih tinggi (p<0,05) dibanding sapi toleran panas (Ha). Individu Ha dapat dipilih untuk tetap dalam populasi dan diseleksi dalam pembentukan sapi toleran panas. Sementara itu, individu Hb perlu untuk dikeluarkan dari populasi untuk menghindari sifat mereka berkembang dalam populasi.id
dc.description.sponsorshipPMDSUid
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titleRespons fisiologi, morfologi, dan molekuler sapi Bali (Bos javanicus) terhadap lingkungan panas yang berbedaid
dc.title.alternativePhysiological, morphological, and molecular responses of Bali cattle (Bos javanicus) to different heat stress environmentsid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordaltitudeid
dc.subject.keywordBali cattleid
dc.subject.keywordfluctuating asymmetryid
dc.subject.keywordheat toleranceid
dc.subject.keywordHSP70id


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record