Efektivitas hCG dalam Dinamika Struktur Fungsional Ovari Sapi Aceh yang Disuperovulasi dengan Pregnant Mare Serum Gonadotropin
Date
2022Author
Sari, Mitha Kurnia
Supriatna, Iman
Setiadi, Mohamad Agus
Metadata
Show full item recordAbstract
Sapi Aceh merupakan salah satu sapi lokal yang telah ditetapkan sebagai
plasma nutfah Indonesia yang merupakan kekayaan sumber daya genetik ternak
Indonesia yang perlu dilindungi dan dilestarikan. Untuk itu diperlukan upaya
pelestarian sapi Aceh dan percepatan peningkatan populasi tanpa mengubah
karakteristik dari sapi Aceh tersebut. Salah satu rangkaian aplikasi bioteknologi
yang dapat digunakan untuk mendukung pelestarian dan peningkatan jumlah
populasi adalah dengan menerapkan teknik superovulasi yang mendukung
pelaksanaan transfer embrio dan inseminasi buatan. Superovulasi bertujuan untuk
menstimulasi proses recruitment folikel dalam jumlah banyak untuk tumbuh,
berkembang, matang dan ovulasi, sehingga mendapatkan jumlah maksimum
embrio yang dapat ditransfer. Meningkatkan jumlah keturunan, baik jantan maupun
betina, dari donor yang unggul secara genetik. Keberhasilan superovulasi ini sangat
dipengaruhi oleh induksi hormon gonadotropin eksogen. Salah satu hormon yang
sering digunakan adalah pregnant mare serum gonadotropin (PMSG).
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan biopotensi PMSG dalam
menstimulasi pembentukan folikel dominan, menentukan biopotensi human
chorionic gonadotropin (hCG) dalam memicu terjadinya peningkatan laju ovulasi,
dan membandingkan potensi kelompok donor sapi yang estrus alamiah dengan
estrus yang diinduksi prostaglandin F2a (PGF2a) dalam menghasilkan folikel
dominan. Donor yang digunakan dibagi menjadi dua kelompok perlakuan, yaitu
kelompok A donor estrus alamiah, dan kelompok B donor yang diinduksi
prostaglandin. Kedua kelompok donor tersebut akan disuperovulasi dengan
kombinasi PMSG-hCG (A1 dan B1) dan hanya PMSG (A2 dan B2). Sebelumnya
setiap donor dari semua kelompok perlakuan diperiksa status reproduksinya untuk
memastikan ternak tidak dalam kondisi bunting, dan memiliki alat reproduksi yang
berfungsi normal serta dinyatakan sehat secara klinis. Pemeriksaan alat reproduksi
dilakukan secara palpasi perektal dan dengan menggunakan ultrasonografi (USG)
yang dilengkapi dengan linear probe 5 MHz.
Donor yang digunakan dalam penelitian diamati siklus estrusnya baik yang
kelompok estrus alamiah maupun yang kelompok estrus induksi hormon PGF2a.
Sebelum perlakuan superovulasi kelompok B, disinkronisasi menggunakan PGF2a
dengan dosis 2 ml yang diinjeksikan secara i.m. (intramuskular) untuk sinkronisasi
estrus. Perlakuan superovulasi dilakukan dengan penyuntikan PMSG secara i.m
dengan dosis 2500 IU di hari ke-10 setelah estrus. Hari ke-12 (pada siklus kelamin)
dilakukan penyuntikan PGF2a secara i.m. sebanyak 1 ml pada pagi dan sore hari ke
masing-masing kelompok perlakuan (A1, A2, B1 dan B2) untuk melisiskan CL.
Donor yang disuperovulasi akan mengalami estrus sekitar 42-60 jam setelah
penyuntikan prostaglandin yaitu pada D14. Kelompok A1 dan B1 diberikan induksi
tambahan berupa hCG secara i.m. pada saat estrus (D14 atau D+0) dengan dosis
2000 IU. Estrus yang timbul karena superovulasi akan diukur tingkat intensitas
estrus.
Parameter yang diamati dan diukur dalam perlakuan sebelum superovulasi
adalah intensitas estrus, jumlah folikel ovarium dan CL pada D10. Deteksi estrus
dilakukan dengan melihat tanda-tanda estrus seperti berdiri, menaiki sapi lain,
gelisah, gugup, vulva merah dan bengkak, lendir serviks, dan penurunan asupan
pakan. Parameter perlakuan hasil superovulasi yaitu dengan mengukur ovari kiri
dan kanan disertai jumlah folikel dan CL pada saat estrus D14 (D+0) dan pada hari
ke-21 setelah estrus dalam program superovulasi (D+7). Pengamatan terhadap total
folikel dan CL dilakukan pada D10, D14/D+0 dan D21/D+7 menggunakan USG.
Data total folikel (berdasarkan klasifikasi ukuranya) dan total CL yang
diperoleh dari masing-masing kelompok perlakuan dianalisis dengan sidik ragam
(analysis of variance, ANOVA) dan jika memberikan pengaruh nyata (P<0,05)
terhadap peubah yang diamati maka analisis dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan,
untuk melihat perbedaan pada setiap perlakuan.
Induksi PMSG memberikan respon superovulasi yang lebih baik dalam
pertumbuhan, perkembangan dan pembentukan folikel dominan (P<0,01) pada A1,
A2, B1, B2. Induksi hormon hCG 2000 IU i.m. belum dapat meningkatkan laju
ovulasi. Total folikel setelah penambahan hCG tidak berbeda nyata pada A1:A2,
B1:B2. Secara statistik jumlah CL pada semua kelompok donor di D21 tidak
berbeda nyata (P>0,05). Superovulasi menggunakan PMSG menghasilkan folikel
domian yang sama pada kelompok donor alamiah maupun yang diinduksi PGF2a.
Terus bertambahnya jumlah folikel pada D21 disebabkan oleh negative
rebound effect yang ditimbulkan oleh PMSG. Ini terjadi karena rendahnya respon
hCG dalam meningkatkan laju ovulasi yang menyebabkan aktivitas biologis dari
PMSG masih terus aktif. Tidak munculnya LH surge endogen, karena LH eksogen
yang berasal dari PMSG dapat menyebabkan inhibisi sekresi LH dari hypofise
anterior, sedangkan biopotensi LH eksogen baik dari PMSG maupun hCG yang
diinjeksikan tidak cukup untuk menginduksi terjadinya ovulasi. Hal ini secara tidak
langsung memengaruhi jumlah CL yang dihasilkan. Jumlah CL yang dihasilkan
pada kelompok yang diinjeksi dengan hCG maupun yang tanpa penambahan hCG
tidak terjadi peningkatan yang signifikan (P>0,05).
Collections
- MT - Veterinary Science [899]