Show simple item record

dc.contributor.advisorNoviana, Deni
dc.contributor.advisorSoehartono, Harry
dc.contributor.authorMurtiningrum, Fitria Senja
dc.date.accessioned2021-08-13T01:03:07Z
dc.date.available2021-08-13T01:03:07Z
dc.date.issued2021-08-10
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/108375
dc.description.abstractAnjing Kintamani adalah plasma nutfah Indonesia yang sangat berpotensi dikembangkan. Habitat aslinya di Desa Sukawana, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Anjing Kintamani ditetapkan sebagai anjing trah pertama asli Indonesia oleh Perkumpulan Kinologi Indonesia (Perkin) pada tahun 2006 dan telah terdaftar secara resmi sebagai Indonesian native world dog oleh Fédération Cynologique Internationale (FCI) pada 20 Februari 2019 dengan nama ras Anjing Kintamani-Bali. Evaluasi radiografi kaki depan dan kaki belakang merupakan prasyarat dalam pengajuan trah anjing menurut FCI. Pengembangbiakan anjing ras murni sering mengalami kendala adanya penyakit genetik yang dapat diturunkan dari induk ke anak secara herediter misalnya elbow dysplasia (ED) dan hip dysplasia (HD). Oleh karena itu pemeriksaan radiografi sangat penting dalam menentukan kualitas calon induk. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hasil pencitraan radiografi kaki depan dan kaki belakang pada anjing Kintamani berdasarkan standar penilaian FCI, mengkaji morfometrik pertulangan kaki depan dan kaki belakang anjing Kintamani melalui teknik pencitraan radiografi, serta mengidentifikasi kelainan pada persendian siku dan pinggul anjing Kintamani berdasarkan standar FCI. Sampel penelitian yang digunakan adalah radiogram dari 34 ekor anjing Kintamani, 19 ekor anjing jantan dan 15 ekor anjing betina yang berumur 12 sampai 24 bulan. Radiogram diambil menggunakan computerized radiography (CR) atau digital radiography (DR) pada ekstremitas kaki depan dan kaki belakang. Radiografi kaki depan diambil dengan dua posisi pengambilan, yaitu mediolateral fleksi 15° dan craniocaudal pronasi 15°. Radiografi kaki belakang diambil dengan posisi pengambilan ventrodorsal. Radiogram kaki depan dan kaki belakang dinilai dan diklasifikasikan sesuai dengan kriteria FCI. Interpretasi sendi siku dilakukan secara deskriptif berdasarkan adanya lesi primer dan atau osteoarthrosis pada persendian siku. Interpretasi sendi pinggul dilakukan secara deskriptif berdasarkan bentuk acetabulum dan caput femoris dan secara kuantitatif dengan mengukur derajat luxation berdasarkan nilai Norberg angle (NA) dan modified acetabular angle of retrotorsion (mAAR). Berdasarkan skor penilaian FCI untuk kaki depan, 33 ekor anjing dinilai normal (FCI grade 0) dan hanya 1 ekor anjing dinilai mengalami elbow dysplasia ringan (FCI grade 1) yang ditunjukkan dengan adanya osteophytes <2 mm. Berdasarkan skor penilaian FCI untuk kaki belakang, 17 ekor anjing dinilai normal (FCI grade A atau B) dan 17 ekor anjing dinilai mengalami hip dysplasia (FCI grade C, D, atau E). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 34 ekor anjing Kintamani yang dievaluasi, 17 ekor mengalami hip dysplasia dengan berbagai tingkatan mulai dari yang ringan (10 ekor), sedang (4 ekor), hingga parah (3 ekor). Hasil analisis nilai p pada uji Mann Whitney adalah 0.024 (p<0.05). Metode pengukuran morfometrik yang digunakan memberikan pengaruh terhadap hasil interpretasi persendian pinggul. Rerata nilai mAAR terbesar terdapat pada kelompok anjing grade A dan nilai mAAR terkecil ditemukan pada kelompok anjing grade E. Anjing Kintamani yang diteliti dalam penelitian ini, 19 ekor (56%) berjenis kelamin jantan dan 15 ekor (44%) betina. Analisis statistik uji Chi-Square dilakukan untuk melihat hubungan jenis kelamin dengan nilai NA. Nilai p uji Chi-Square menunjukkan hasil 0.968 (p>0.05) yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan nilai NA pada anjing Kintamani. Hasil penelitian menunjukkan dari 34 ekor anjing Kintamani yang diperiksa hanya 17 ekor yang memiliki nilai normal pada kedua persendian, baik siku maupun pinggul serta dapat digunakan sebagai calon induk menurut kriteria penilaian FCI. Pengetahuan lengkap mengenai diagnosa HD dan ED dengan teknik pencitraan radiografi sangat diperlukan dalam mendukung upaya pengembangbiakan anjing Kintamani. Studi lebih lanjut untuk melihat karakteristik dan morfometrik pertulangan anjing Kintamani pada bagian tulang lain, seperti os cranium dan os vertebrae agar didapatkan gambaran menyeluruh mengenai struktur pertulangan anjing Kintamani dalam rangka mendukung upaya pengembangbiakan anjing Kintamani sebagai the first Indonesian native world dog.id
dc.description.abstractThe Kintamani dog is Indonesian germplasm that has the potential to be developed. Its original habitat is in Sukawana, Kintamani, Bangli, Bali. The Kintamani dog was designated as the first Indonesian native dog by the Perhimpunan Kinologi Indonesia (Perkin) in 2006 and has been officially registered as an Indonesian native world dog by the Fédération Cynologique Internationale (FCI) on February 20 2019, under the breed name Anjing Kintamani – Bali. Radiographic evaluation of the forelimb and hindlimb is a prerequisite in the FCI breed application. Breeding purebred dogs often have problems with genetic diseases that can be passed from parent to offspring hereditary, such as elbow dysplasia (ED) and hip dysplasia (HD). Therefore, radiographic examination is very important in determining the quality of prospective broodstock. This study aims to examine the radiogram of the forelimb and hindlimb of Kintamani dogs based on FCI assessment standards, to examine the morphometric bones of the forelimb and hindlimb of Kintamani dogs through radiographic imaging techniques, and to identify abnormalities in the elbow and hip joints of Kintamani dogs based on FCI standards. The research samples used were radiograms of 34 Kintamani dogs, 19 males and 15 females aged 12 – 24 months. Radiograms were taken using computerized radiography (CR) or digital radiography (DR) of the forelimb and hindlimb. Forelimb radiographs were taken in two positions, mediolateral flexion 15° and craniocaudal pronation 15°. Hindlimb radiographs were taken in the ventrodorsal position. Forelimb and hindlimb radiographs were assessed and classified according to FCI criteria. Interpretation of the elbow joins is done descriptively based on the presence of primary lesions and/or osteoarthrosis in the elbow joint. The hip joint was interpreted descriptively based on the shape of the acetabulum and the femoral head and quantitatively by measuring the degree of luxation based on the values of the Norberg angle (NA) and modified acetabular angle of retrotorsion (mAAR). Based on the FCI assessment score for the forelimb, 33 dogs were assessed as normal (FCI grade 0) and only 1 dog was assessed as mild elbow dysplasia (FCI grade 1) as indicated by the presence of osteophytes < 2mm. Based on the FCI assessment score for hindlimb, 17 dogs were assessed as having hip dysplasia (FCI grade C, D, or E). The results showed that 17 dogs had hip dysplasia with various levels ranging from mild (10 dogs), moderate (4 dogs), to severe (3 dogs). The results of the analysis of the p-value in the Mann Whitney test was 0.024 (p<0.05). The morphometric measurement method used influences on the interpretation of the hip joints results. The largest mean mAAR value was found in the grade A dog group and the smallest mAAR value was found in the grade E dog group. The Kintamani dogs studied in this study were 19 (56%) males and 15 (44%) females. Statistical analysis of the Chi-Square test was conducted to see the relationship between sex and NA values. The p-value of the Chi-Square test shows the result of 0.968 (<0.05), which means that there is no significant relationship between sex and the NA value of Kintamani dogs. The results showed that of the 34 Kintamani dogs examined; only 17 had normal values in both joints and could be used as prospective broodstock according to the FCI assessment criteria. Complete knowledge about the diagnosis of HD and ED with radiographic imaging techniques is needed to support the Kintamani dog breeding effort. A further study is needed to look at the characteristics and morphometric bones of the Kintamani dog in other body parts, such as the cranium and vertebrae, to obtain a comprehensive picture of the bone structure of the Kintamani dog to support the efforts to breed the Kintamani dog as the first Indonesian native world dog.id
dc.description.sponsorshipBeasiswa Program Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) Batch 3id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titleKarakteristik dan Morfometrik Sendi Siku dan Pinggul Anjing Kintamani (Canis lupus familiaris) dengan Teknik Pencitraan Radiografiid
dc.title.alternativeCharacteristics and Morphometrics of the Elbow and Hip Joint of Kintamani Dogs (Canis lupus familiaris) with Radiographic Imaging Techniquesid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordFederation Cynologique Internationaleid
dc.subject.keywordforelimbid
dc.subject.keywordhindlimbid
dc.subject.keywordKintamani dogid
dc.subject.keywordradiographic interpretationid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record